Adab Menggunakan HP, bag 2


Bimbingan Ketiga: Memerhatikan waktu
Waktu merupakan nikmat besar yang kebanyakan manusia melalaikannya. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma (bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda):
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia melalaikannya: (1) kesehatan, dan (2) waktu luang.” (HR. Al-Bukhari, 11/196)
Waktu merupakan nikmat besar yang akan ditanyakan di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
لاَ تَزُولُ قَدَمَ عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ: عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ كَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ
“Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat nanti sampai dia ditanya tentang empat perkara: (1) tentang umurnya untuk apa dia habiskan, (2) tentang masa mudanya untuk apa dia gunakan, (3) tentang hartanya dari mana dia dapatkan dan (4) untuk apa dia belanjakan.” (HR. At-Tirmidzi no. 2417, dan beliau berkata: “Hadits hasan shahih.” Diriwayatkan juga dari sahabat Abu Barzah Nadhlah bin ‘Ubaid Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, dan diriwayatkan Al-Khathib dalam kitab Iqtidha’ Al-’Ilmi Al-’Amal. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi no. 2417. Beliau juga berkata dalam Ash-Shahih Al-Jami’ hadits no. 7300: “Shahih”, dan dalam As-Silsilah Ash-Shahihah hadits no. 946)1
Seyogianya, seorang muslim berbicara dengan ringkas dan seperlunya, tidak berpanjang lebar/bertele-tele sebagaimana yang sering dijumpai dan disaksikan. Kecuali jika memang benar-benar dibutuhkan. Ini semua dalam rangka bersemangat untuk menjaga waktu yang merupakan modal engkau di dunia ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا

“Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.” (Al-Furqan: 62)
Di antara penyebab tersia-siakannya waktu yang ditimbulkan dari fasilitas ini (HP) adalah apa yang dinamakan dengan ‘permainan’/game. Sebagian orang banyak tersibukkan waktunya untuk permainan ini, lalai dari berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tenggelam dalam permainan setan tersebut. Maka, sudah selayaknya seorang muslim memerhatikan waktunya dan menyibukkan hidupnya di dunia yang hanya beberapa menit ini dengan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sungguh betapa bagusnya perkataan seorang penyair:
... إِنَّ الْحَيَاةَ دَقَائِقُ وَثَوَانُ
Sesungguhnya hidup ini hanyalah beberapa menit dan detik saja

Bimbingan Keempat: Menjaga lisan
Bahaya lisan sangatlah besar. Kejelekannya tidaklah kecil jika engkau tidak bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam menggunakan lisan ini. Bersemangatlah engkau ketika berbicara untuk tidak mengucapkan kecuali kebaikan, tidak bertutur kata kecuali perkara-perkara yang positif. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaf: 18)
Perkataan yang engkau ucapkan akan dihitung dan terekam. Maka berhati-hatilah engkau agar tidak tergelincir dalam perbuatan ghibah terhadap seorang muslim, berdusta atas namanya, ataupun berbuat namimah (adu domba). Berhati-hatilah dari mencela, mencaci, serta ucapan yang mengandung kefasikan dan dosa. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka katakanlah yang baik atau diam. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia memuliakan tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya dia memuliakan tamunya.” (HR. Al-Bukhari 11/265, Muslim no. 47)
Bimbingan Kelima: Hemat (tidak menghamburkan) harta (pulsa)
Sebagian orang menyangka bahwa harta yang dimiliki adalah mutlak miliknya sehingga dia berhak untuk membelanjakan hartanya tersebut untuk keperluan apa saja sekehendaknya. Ini adalah anggapan yang salah, karena harta itu pada hakikatnya merupakan milik Allah Subhanahu wa Ta’ala. Engkau adalah orang yang bertanggung jawab dan diberi amanah atas harta tersebut serta kelak akan diperhitungkan di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Membelanjakan harta di luar perkara yang syar’i (menyelisihi syariat) tidak diperbolehkan. Maka, ketika seorang muslim bermudah-mudah membeli pulsa dan untuk ngobrol hal-hal yang tidak bermanfaat, ini termasuk sikap berlebihan (pemborosan). Adapun jika dia menggunakannya untuk perkara yang bermudharat, ini termasuk bentuk perbuatan tabdzir yang Allah Subhanahu wa Ta’ala larang dalam Al-Qur’an. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا. إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros, sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya.” (Al-Isra’: 26-27)
Disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dari sahabiyah Khaulah Al-Anshariyyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ رِجَالًا يَتَخَوَّضُونَ فِي مَالِ اللهِ بِغَيْرِ حَقٍّ، فَلَهُمُ النَّارُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang menghambur-hamburkan harta Allah dengan cara yang tidak haq, maka bagi mereka An-Nar (neraka) pada hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari no. 2950)

Bimbingan Keenam: Berhati-hati dari nyanyian
Kebanyakan orang terjatuh dalam sikap bermudah-mudahan (menganggap enteng) mendengarkan nyanyian, walaupun telah jelas dan gamblang dalil-dalil yang menunjukkan keharamannya. Sungguh ini adalah gejala yang tidak baik, wal ‘iyadzubillah (kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala).
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

“Di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu sebagai ejekan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (Luqman: 6)
Beliau rahimahullahu berkata: “Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan keadaan orang-orang yang berbahagia, … Allah Subhanahu wa Ta’ala mengiringkannya dengan menyebutkan keadaan orang-orang yang celaka. Mereka adalah orang-orang yang tidak mau mengambil manfaat dengan mendengarkan Kalamullah (Al-Qur’an), dan mereka malah mendengarkan seruling-seruling, nyanyian (lagu-lagu) dengan iringan irama dan alat-alat musik. Sebagaimana yang dikatakan sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna.”
Beliau berkata: “(Perkataan yang tidak berguna) itu adalah –demi Allah– nyanyian (lagu-lagu).”
Demikian pula yang dikatakan sahabat Ibnu ‘Abbas, Jabir radhiyallahu ‘anhuma, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Mujahid, Mak-hul, ‘Umar bin Syu’aib, dan ‘Ali bin Badzimah rahimahumullah.
Al-Hasan rahimahullahu berkata: “Ayat ini –yakni ayat:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan.”
diturunkan berkenaan dengan nyanyian dan seruling-seruling.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/443-443)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ خَسْفٌ وَمَسْخٌ وَقَذْفٌ. قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْـمُسْلِمِينَ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَتَى ذَلِكَ؟ قَالَ: إِذَا ظَهَرَتِ الْقَيْنَاتُ وَالْمَعَازِفُ وَشُرِبَتِ الْخُمُورُ
“Di umat ini akan ada (azab dalam bentuk) penenggelaman ke dalam bumi, pengubahan bentuk/rupa (manusia pada bentuk yang lebih jelek), dan pelemparan (dengan batu).” Salah seorang dari kaum muslimin bertanya: “Wahai Rasulullah kapan hal itu akan terjadi?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Ketika bermunculannya perbudakan, alat-alat musik, dan diminumnya khamr.” (HR. At-Tirmidzi no. 2212 dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi no. 2212, beliau juga berkata dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib hadits no. 2379: “Hasan li ghairihi.”)
Semakin bertambah keharamannya sesuai dengan keadaan zaman, tempat, orang yang berbicara baik laki-laki maupun perempuan, dan obyek pembicaraan berupa perkataan yang mengandung kefasikan, kekufuran, dan kesyirikan.

Bimbingan Ketujuh: Memilih Nada Dering (ringtone) yang dibolehkan secara syar’i
Seorang muslim hendaknya bersemangat untuk menghindari segala bentuk penyelisihan terhadap syariat yang bijaksana ini dalam segala hal, sampaipun pada permasalahan nada dering (ringtone) pada telepon (HP/Jawwal). Barangsiapa yang memerhatikan masalah ini menunjukkan kuatnya iman dan upaya dia dalam berpegang teguh terhadap agama ini.
Kita perhatikan, sebagian orang terkadang menjadikan nada dering teleponnya berupa suara musik atau potongan lagu dari para penyanyi baik laki-laki maupun perempuan. Ini semua merupakan perbuatan yang tidak diperbolehkan oleh syariat yang bijaksana ini.
Menjadikan nada dering berupa potongan lagu sendiri telah lewat penjelasannya pada bimbingan keenam di atas.
Adapun nada dering berupa potongan suara musik, telah disebutkan oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu di dalam Shahih-nya:
لَيَكُونُ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ، يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
“Akan ada pada umatku sekelompok kaum yang menghalalkan perzinaan, sutera, khamr, dan ma’azif.”
Yang dimaksud dengan ma’azif sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama pakar bahasa (Arab) maknanya adalah alat-alat permainan dan musik.

Di antara perkara yang juga perlu diperhatikan adalah:
Tidak boleh menjadikan suara (nada dering) telepon/HP dari ayat-ayat Al-Qur’an, doa dan dzikir syar’i, maupun adzan. Karena hal ini bisa menggiring seseorang kepada perbuatan menghinakan ayat, doa, dzikir, dan adzan tersebut. Kalamullah (Al-Qur’an) dan Kalam Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Al-Hadits) itu lebih agung daripada sekadar dijadikan nada dering atau bel alarm. Wallahul musta’an. Akan tetapi hendaknya nada dering itu berupa bunyi yang biasa saja.
Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa, Kerajaan Saudi ‘Arabia, yang beranggotakan para ulama besar, ed.) ditanya sebagai berikut:
Telah didapati di kebanyakan HP suara-suara lagu dan musik. Bolehkah menggunakan suara lagu tadi sebagai pengganti dari bel biasa?
Pertanyaan tersebut dijawab oleh Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta’ (sebagaimana dalam majalah Ad-Da’wah edisi 1795 hal. 42). Berikut teks jawabannya:
“Tidak diperbolehkan menggunakan lagu-lagu atau musik pada HP dan lainnya dari fasilitas (fitur) yang ada, karena mendengarkan alat-alat musik hukumnya haram sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syar’i. Cukuplah menggunakan bel biasa. Wabillahit taufiq.”
Yang menandatangani fatwa ini: ‘Abdul ‘Aziz Alu Asy-Syaikh (Mufti Agung Kerajaan Saudi ‘Arabia, sekarang selaku ketua Komite), Abdullah bin Abdurrahman Al-Ghudayyan (anggota), Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid (anggota), Shalih bin Fauzan Al-Fauzan (anggota).
(Semakin besar lagi kemungkaran ini, tatkala suara musik pada HP tersebut berbunyi di dalam masjid. Lebih besar lagi ketika itu terjadi ketika di tengah-tengah shalat. Allahul musta’an. –ed.)
(bersambung, Insya Allah)


1 Di dalam kitab Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah hadits no. 946, lafadznya sebagai berikut:
لاَ تَزُولُ قَدَمَا ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ، وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ
“Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam pada hari kiamat nanti dari sisi Rabbnya sampai ditanya tentang lima perkara: (1) tentang umurnya untuk apa dia habiskan, (2) tentang masa mudanya untuk apa dia gunakan, (3) tentang hartanya dari mana dia dapatkan, dan (4) untuk apa dia belanjakan, (5) tentang apa yang dia amalkan setelah mengetahui ilmunya.”

No comments:

Post a Comment