Syubhat Seputar IKHTILATH


Diantara syubhat yang paling masyhur adalah:

- Syari’at tentang perintah untuk meninggalkan ikhtilath hanya cocok
diterapkan di Negara Saudi Arabia adapun Negara selain Saudi Arabia tidaklah cocok karena menyelisihi adat kebiasaan, begitu pula syari’at atau suatu hukum akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan zaman dan situasi


Diantara syubhat yang paling masyhur adalah:

- Syari’at tentang perintah untuk meninggalkan ikhtilath hanya cocok
diterapkan di Negara Saudi Arabia adapun Negara selain Saudi Arabia tidaklah cocok karena menyelisihi adat kebiasaan, begitu pula syari’at atau suatu hukum akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan zaman dan situasi, lagi pula di dalam Islam ada kaidah tetap yaitu: “Al-Qur’an berjalan diatas
bimbingan-bimbingannya disesuaikan dengan zaman dan kondisi. Dan hukum-hukumnya disesuaikan dengan kebiasaan dan adat istiadat.”

Jawaban atas syubhat ini:
Perlu diketahui bahwa qaidah tersebut telah disebutkan oleh Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di –rahimahullah- di dalam kitabnya “Al-Qawa’idul Hisān fii Tafsiril Qur’an pada qaidah yang ke-21, kemudian beliau rahimahullah- memberikan penjelasan terhadap qaidah tersebut. Dan ternyata apa yang dijelaskan oleh beliau rahimahullah- sangat bertentangan dengan apa
yang telah di nyatakan oleh shahib (pemilik) syubhat ini, beliau –rahimahullah- berkata: “Ini adalah qaidah yang besar lagi kokoh, qaidah yang agung lagi bermanfaat, maka sesungguhnya Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya dengan kebaikan. Dan perintah (Allah) itu adalah apa-apa yang dikenal kebaikannya, menurut syari’at, akal dan menurut kebiasaan. Dan Allah telah melarang mereka dari kemungkaran dan setiap larangan adalah apa-apa yang tampak keburukannya menurut syari’at, akal maupun menurut kebiasaan. Dan Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin dengan perintah kepada kebaikan dan larangan dari kemungkaran, dan Allah wasiatkan mereka
dengan yang demikian itu.” (Al-Qawa’idul Hisān fii Tafsiril Qur’an, hal. 41).

Qaidah tersebut memiliki keterkaitan dengan qaidah: “Agama dibangun diatas maslahat (kebaikan), di dalamnya mendatangkan kebaikan dan menolak mafsadah (kerusakan).”
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di –rahimahullah- berkata: “(Qaidah) Ini adalah pokok yang besar, qaidah umum, yang masuk di dalamnya agama seluruhnya. Semuanya itu dibangun untuk menghasilkan kemaslahatan dunia dan
akhirat. Dan dibangun untuk menolak kemudharatan dalam agama, dunia dan akhirat. Tidaklah Allah memerintahkan sesuatu kecuali di dalamnya terdapat kemaslahatan yang tidak diliputi dengannya pensifatan. Dan tidaklah Allah melarang sesuatu kecuali di dalamnya terdapat mafsadah yang tidak di liputi dengannya pensifatan.” (Al-Qawā’idul Fiqhiyyah līfahmin Nushūs Asy Syar’iyyah, hal. 17-18).

Al-Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi –hafidzahullah- berkata: “Sesungguhnya syari’at Islam telah mengumpulkan seluruh jenis kebaikan, Islam menjaga syari’at dan tuntunan, melindungi dan memelihara akal-akal manusia,
mensucikan harta benda, memberi keamanan kepada jiwa-jiwa manusia, dan menebarkan segala bentuk keselamatan, ketenangan, rahmat dan kesejahteraan.” (Meraih Kemuliaan Melalui Jihad, hal. 62-63).

Maka jelaslah, bahwa apa yang Allah –‘azza wa jalla- dan Rasul-Nya perintahkan baik itu perintah untuk meninggalkan ikhtilath atau pun yang selainnya, merupakan hukum yang mencocoki akal dan kebiasaan sebagaimana persaksian wanita berkebangsaan Prancis yang dia berprofesi sebagai wartawan, ia menuturkan: “Saya mendapati wanita muslimah Arab sangat dihormati dirumahnya dari pada wanita Eropa.
Dan saya sangat yakin bahwa seorang isteri dan ibu dari mereka sangat bahagia melebihi kebahagian kami.” (Al-Mar’ah Baina Takrimil Islam wa Da’awi Tahrir, hal. 29).

Dan siapa yang menyatakan atau memiliki anggapan bahwa hukum Islam tidak cocok untuk diterapkan di selain negara Saudi Arabia maka dia telah menyelisihi realita dan telah membuat-buat kedustaan, dan kalaulah apabila dimaksudkan dengan pernyataan tersebut untuk menghina Negara Saudi Arabia maka di khawatirkan akan terjatuh kedalam kehinaan.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin –rahimahullah- berkata: “Kalau seandainya celaan itu muncul dari musuh-musuh Islam yang berusaha untuk menghancurkan negeri yang sekarang menjadi benteng Islam, maka itu dianggap
ringan dan tidak aneh. Tetapi apabila muncul dari orang-orang yang mengaku muslim yang tertipu dengan kemajuan teknologi negeri-negeri kafir sehingga mereka tertipu dengan akhlak yang mengeluarkan mereka dari keutamaan menuju kehinaan, keadaan mereka ini sebagaimana dinyatakan oleh Al-Imam Ibnu Qayyim –rahimahullah- di dalam Nuniyah-nya:
Mereka lari dari kebebasan tujuan hidup mereka
Menuju kebebasan mengikuti hawa nafsu dan syaithan.
Mereka menyangka negeri-negeri kafir itu maju disebabkan kebebasan ini.
Semua itu tidak lain karena kejahilan mereka terhadap syari’at Islam dan keindahan-keindahan yang terkandung di dalamnya.
Kita memohon kepada Allah agar memberikan hidayah kepada kita dan mereka semua menuju kebaikan dunia dan akhirat.” (Fiqh Nawazil: 3/369).

Dan apabila ada lagi yang memiliki anggapan bahwa syari’at untuk menjauhi ikhtilath itu khusus hanya untuk Negara Saudi Arabia maka semakin jelas ini adalah anggapan yang benar-benar salah, karena syari’at Islam itu berlaku untuk semua umat.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin –rahimahullah- berkata: “Al-Qur’an Karim adalah sumber syari’at Islam yang Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- diutus dengannya kepada manusia seluruhnya, Allah –‘azza wa jalla-
berfirman: “Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (Al-Furqan: 1).
(“Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang dengan izin Rabb mereka, (yaitu) menuju jalan Rabb Yang Maha Terpuji. Allah yang memiliki
segala apa yang di langit dan di bumi. Dan celakalah bagi orang-orang yang kafir karena siksaan yang pedih.”
(Ibrāhīm: 1-2). (Ushūl fittafsīr, hal. 7).

Syari’at Islam walaupun diturunkan di Negara Saudi Arabia bukan berarti khusus untuk Negara Saudi Arab namun syari’at tersebut tujuannya mencakup pula untuk semua Negara selain Saudi Arabia, hal ini sesuai dengan qaidah
tetap dalam Islam: “Letak pelajaran adalah pada keumuman lafazh bukan pada kekhususan sebab.”
Asy-Syaikh Muhammad bin Shālih Al-Utsaimīn rahimahullah- berkata: “Jika turun ayat dengan sebab yang khusus dan lafazhnya umum, maka hukum yang mencakup sebab turunnya ayat tersebut dan mencakup pula semua perkara yang tercakup dalam makna lafazhnya. Karena Al-Quràn turun dengan syari’at yang umum mencakup semua umat, sehingga letak pelajaran adalah pada keumuman lafazh bukan pada kekhususan sebab.” (Ushūl fit Tafīr, hal. 13).

Maka siapa saja yang enggan dan tidak mau mengambil pelajaran dari syari’at Allah atau berpaling darinya maka hendaklah ia memperhatikan dan merenungi firman Allah ini:
“Dan bacakanlah kepada mereka orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami, kemudian dia berlepas diri dari ayat-ayat itu, lalu di ikuti oleh syaithan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang sesat. Dan kalau Kami menhendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya
yang rendah, maka perumpamaanya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkan lidahnya dan jika kamu biarkan dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka
ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri sendirilah mereka berbuat zhalim.” (Al-A’rāf: 175-176).
Wallahu A’lam bish Shawab.

Ditulis oleh hamba yang faqir atas ampunan Rabbnya:
Abul Abbas Khidhr Al-Limbury

No comments:

Post a Comment